manifesting

Manifesting, Bolehkah Menurut Islam?

WAKAFDT.OR.ID | Tahun baru 2025 baru saja dimulai. Orang-orang ramai melakukan manifesting yang mereka posting di media sosial. Mereka melakukan manifesting resolusi 2025 agar terwujud.

Bagaimana Islam membahas manifesting? Apakah manifesting diperbolehkan dalam Islam? Atau sebaliknya?

Dilansir dari situs Tsirwah, Manifesting adalah kepercayaan bahwa seseorang mampu mewujudkan keinginannya menjadi kenyataan, dengan menggunakan alam bawah sadarnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan afirmasi positif, yaitu membayangkan atau mengucapkan hal-hal yang diinginkan agar dapat tercapai.

Manifesting mengambil konsep dari Law of Attraction atau hukum tarik menarikKepercayaan bahwa apapun yang terjadi di dunia ini, terjadi akibat pemikiran positif atau negatif manusia yang selaras dengan alam semesta.

Konsep ini memahami energi dan pikiran yang positif akan mengundang hal-hal positif dalam kehidupan. Sebaliknya, jika seseorang memancarkan energi negatif, maka hal buruk yang akan datang dalam hidupnya.

Law of Attraction memiliki akar dari Hinduisme, Buddhisme, dan bahkan kepercayaan Mesir kuno. Agama ini mengajarkan bahwa alam semesta dipenuhi dengan energi dan frekuensi tertentu, yang dapat dipengaruhi oleh pikiran dan niat kita.

Konsep manifesting terlihat mirip dengan konsep doa dalam Islam. Akan tetapi, ada perbedaan mendasar antara doa dan manifesting.

Doa adalah bentuk penghambaan dan pengakuan, bahwa manusia tidak memiliki kendali penuh atas segala sesuatu. Manusia berusaha dan melalui doa, meminta untuk mendapatkan apa yang terbaik baginya.

Setelah berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, umat muslim kemudian dianjurkan untuk berserah diri pada kehendak-Nya. Sebab, Allah yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Sedangkan, manifesting mengajarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan apa pun keinginannya, hanya dengan memikirkannya dan menyelaraskan energi positifnya dengan alam semesta.

Mengaitkan kekuatan untuk mengubah hidup, dengan energi alam semesta atau frekuensi adalah bentuk politeisme atau syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan entitas lain.

Dengan mempercayainya, seseorang bisa terjebak dalam keyakinan yang salah dan menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 22, Allah berfirman:

”(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Islam mengajarkan untuk berpikir positif atau husnudzon, dengan tetap berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.

Husnudzon bukan berarti hanya dengan pikiran positif, seseorang akan mendapat apa yang dia inginkan. Akan tetapi, husnudzon berarti menganggap baik apa yang akan Allah berikan, baik itu sesuai keinginannya atau tidak.

Allah SWT menghubungkan rezeki dengan usaha dan memanfaatkan apa yang Allah sudah berikan, bukan dengan angan-angan dan khayalan belaka. Allah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 15:

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Setelah berusaha, barulah seorang muslim berserah diri atas hasil apa yang Allah akan berikan (tawakal). Allah menjelaskan proses dalam surat Ali Imran ayat 159:

“Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”

Jadi, apakah masih ingin melakukan manifesting?

Sumber: tsirwah.com

Manifesting, Bolehkah Menurut Islam? Read More »