Yayasan Daarut Tauhiid

Artikel

rumah di surga

Booking Rumah di Surga, Memang Bisa?

WAKAFDT.OR.ID | Booking rumah di dunia itu hal biasa. Yang luar biasa itu ketika booking rumah di surga, memang bisa? Jawabannya, bisa.

Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (Saw) dengan eksplisit menjelaskan amalan-amalan yang hadiahnya rumah di surga. Satu amalan yang paling utama di antara amalan tersebut adalah membangun masjid.

Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam hadist lain, Rasulullah Saw menyebutkan, seperti yang dikatakan Ustman Radhiallahuanhu (r.a), “Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari & Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah, dalam Syarh Shahis Muslim menjelaskan “dibangun baginya semisal itu di surga” ada dua tafsiran, yakni pertama, Allah akan membangunkan semisal itu dengan bangunan yang disebut bait (rumah). Namun sifatnya dalam hal luasnya dan lainnya, tentu punya keutamaan tersendiri. Bangunan di surga tentu tidak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati akan indahnya.

Kedua, keutamaan bangunan yang diperoleh di surga dibanding dengan rumah di surga lainnya adalah seperti keutamaan masjid di dunia dibanding dengan rumah-rumah di dunia.

Jika masjid dibangun bersama-sama, siapa pun yang berkontribusi atas kokohnya bangunan masjid, akan pahalanya dan dibangunkan rumah di surga.

Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur dalam Bughyah Al-Mustarsyidin Hamisy Hasyiyah al-Syathiri ‘ala Al-Bughyah, menerangkan, jika ada sekelompok orang berserikat dalam membangun masjid, maka kelak masing-masing dari mereka mendapatkan istana di surga sebagaimana sebuah komunitas bekerja sama memerdekakan hamba, maka masing-masing terbebas dari neraka.

Hal tersebut sama halnya dengan berwakaf untuk pembangunan masjid. Sebanyak apapun harta yang diwakafkan, baik kecil atau besar, hadiahnya sama, yakni mendapatkan rumah di surga.`

Wakaf Daarut Tauhiid (DT) menyediakan peluang untuk bisa booking rumah di surga dengan Program Wakaf Masjid Rahmatan Lil Alamin dan Wakaf Perluasan Masjid Al-Latief DT Australia.

Wakaf bisa diatarkan langsung ke Kantor Wakaf DT di Jalan Gegerkalong Girang No.67 Bandung atau di Jalan Cipaku I No.43 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Wakaf juga bisa ditransfer ke rekening waka masjid atau berwakaf di platform digital. Adapun rekening wakaf masjid yakni BSI 78221 78221 atau Bank Danamon Syariah 8800299615 atas nama Yayasan Daarut Tauhiid.

Sedangkan platform digital yang bisa digunakan untuk berwakaf adalah wakafdt.or.id, sedekahjariyah.id, amalsholeh.com, bigamal.com, dan socialbanking.id. Untuk informasi dan konfirmasi, bisa menghubungi call center Wakaf DT; 085 200 123 123. (AID)

Booking Rumah di Surga, Memang Bisa? Read More »

berwakaf di bulan rajab

Keutamaan Berwakaf di Bulan Rajab

WAKAFDT.OR.ID | Wakaf merupakan salah satu amalan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya karena manfaatnya berkelanjutan dan pahalanya terus mengalir sampai hari kiamat. Wakaf juga biasa disebut sedekah jariyah.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya,  dan anak soleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Wakaf tidak memiliki batasan waktu dan nominal. Setiap orang bisa berwakaf kapan pun dan di mana pun. Namun, ada waktu-waktu utama yang dianjurkan untuk melakukannya. Salah satunya Bulan Rajab.

Bulan Rajab merupakan salah satu bulan haram atau bulan yang disucikan dalam Islam. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, ”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah dalam  Zaadul Maysirtafsir surat At Taubah ayat 36, mengatakan, dinamakan bulan haram karena dua makna, yakni Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.

Ibnu ’Abbas dalam Latho-if Al Ma’arf mengatakan, Allah Taala mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak, termasuk berwakaf.

Jadi mari kita manfaatkan sebaik-baiknya Bulan Rajab untuk melakukan berbagai amal saleh, terutama berwakaf, agar mendapatkan lipatan pahala yang terus mengalir sampai hari kiamat. Wallahu’alam. (AID)

Keutamaan Berwakaf di Bulan Rajab Read More »

manifesting

Manifesting, Bolehkah Menurut Islam?

WAKAFDT.OR.ID | Tahun baru 2025 baru saja dimulai. Orang-orang ramai melakukan manifesting yang mereka posting di media sosial. Mereka melakukan manifesting resolusi 2025 agar terwujud.

Bagaimana Islam membahas manifesting? Apakah manifesting diperbolehkan dalam Islam? Atau sebaliknya?

Dilansir dari situs Tsirwah, Manifesting adalah kepercayaan bahwa seseorang mampu mewujudkan keinginannya menjadi kenyataan, dengan menggunakan alam bawah sadarnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan afirmasi positif, yaitu membayangkan atau mengucapkan hal-hal yang diinginkan agar dapat tercapai.

Manifesting mengambil konsep dari Law of Attraction atau hukum tarik menarikKepercayaan bahwa apapun yang terjadi di dunia ini, terjadi akibat pemikiran positif atau negatif manusia yang selaras dengan alam semesta.

Konsep ini memahami energi dan pikiran yang positif akan mengundang hal-hal positif dalam kehidupan. Sebaliknya, jika seseorang memancarkan energi negatif, maka hal buruk yang akan datang dalam hidupnya.

Law of Attraction memiliki akar dari Hinduisme, Buddhisme, dan bahkan kepercayaan Mesir kuno. Agama ini mengajarkan bahwa alam semesta dipenuhi dengan energi dan frekuensi tertentu, yang dapat dipengaruhi oleh pikiran dan niat kita.

Konsep manifesting terlihat mirip dengan konsep doa dalam Islam. Akan tetapi, ada perbedaan mendasar antara doa dan manifesting.

Doa adalah bentuk penghambaan dan pengakuan, bahwa manusia tidak memiliki kendali penuh atas segala sesuatu. Manusia berusaha dan melalui doa, meminta untuk mendapatkan apa yang terbaik baginya.

Setelah berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, umat muslim kemudian dianjurkan untuk berserah diri pada kehendak-Nya. Sebab, Allah yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Sedangkan, manifesting mengajarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan apa pun keinginannya, hanya dengan memikirkannya dan menyelaraskan energi positifnya dengan alam semesta.

Mengaitkan kekuatan untuk mengubah hidup, dengan energi alam semesta atau frekuensi adalah bentuk politeisme atau syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan entitas lain.

Dengan mempercayainya, seseorang bisa terjebak dalam keyakinan yang salah dan menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 22, Allah berfirman:

”(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Islam mengajarkan untuk berpikir positif atau husnudzon, dengan tetap berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.

Husnudzon bukan berarti hanya dengan pikiran positif, seseorang akan mendapat apa yang dia inginkan. Akan tetapi, husnudzon berarti menganggap baik apa yang akan Allah berikan, baik itu sesuai keinginannya atau tidak.

Allah SWT menghubungkan rezeki dengan usaha dan memanfaatkan apa yang Allah sudah berikan, bukan dengan angan-angan dan khayalan belaka. Allah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 15:

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Setelah berusaha, barulah seorang muslim berserah diri atas hasil apa yang Allah akan berikan (tawakal). Allah menjelaskan proses dalam surat Ali Imran ayat 159:

“Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”

Jadi, apakah masih ingin melakukan manifesting?

Sumber: tsirwah.com

Manifesting, Bolehkah Menurut Islam? Read More »

wakaf secara digital

Kemudahan Berwakaf di Era Digital

WAKAFDT.OR.ID | Menurut Sheperd (2004) Era digital merupakan periode di mana kemajuan teknologi mempercepat perputaran dan penyebaran pengetahuan dalam masyarakat dan ekonomi.

Era digital memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan sehari, termasuk dalam berwakaf, karena transaksi secara digital juga bisa dilakukan.

Dengan memanfaatkan teknologi digital, pengelolaan wakaf dapat dilakukan secara lebih efisien dan efektif, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih optimal bagi masyarakat.

Dalam era digital yang kian berkembang, inovasi wakaf menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan. Hal itu  diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal dalam mengoptimalkan potensi wakaf untuk pembangunan berkelanjutan.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengumumkan jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023.

Orang yang berselancar di dunia maya ini mayoritas adalah Gen Z (kelahiran 1997-2012) sebanyak 34,40%. Lalu, berusia generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62%.

Kemudian berikutnya, Gen X (kelahiran 1965-1980) sebanyak 18,98%, Post Gen Z (kelahiran kurang dari 2023) sebanyak 9,17%, baby boomers (kelahiran 1946-1964) sebanyak 6,58% dan pre boomer (kelahiran 1945 sebanyak 0,24%.

Bayangkan jika setiap orang berwakaf melalui smartphone mereka setiap hari dengan nominal 10ribu rupiah misalkan. Betapa besar wakaf yang terhimpun, yang otomatis juga akan memberikan manfaat yang lebih maksimal dan berkelanjutan.

Wakaf Daarut Tauhiid (DT) sebagai salah satu nazhir (pengelola wakaf) profesional di Indonesia secara terus melakukan inovasi penghimpunan wakaf secara digital. 

Pada tahun 2024, Wakaf DT menyediakan 6 kanal digital yang bisa digunakan untuk berwakaf, yakni tiga kanal khusus Wakaf DT dan tiga kanal crowdfundin pihak ketiga, dengan banyak pilihan metode pembayaran.

Masyakart bisa berwakaf di mana pun dan kapan pun sepanjang ada koneksi internet melalui wakafdt.or.id, sedekahjariyah.id, Whatsapp Wakaf DT, Socialbanking.id, Amalsholeh.com, dan bigamal.com.

Semoga dengan makin mudahnya berwakaf di era digital ini, membuat setiap muslim semakin paham dan tidak segan untuk berwakaf. (AID)

Kemudahan Berwakaf di Era Digital Read More »

kompentesi nazir

Kaderisasi Nazir Kompeten: Kunci Mitigasi Risiko Pengelolaan Wakaf Produktif

WAKAFDT.OR.ID | Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang dinilai prioritas dan seringkali menjadi ujung tombak bagi keberhasilan manajemen sebuah perusahaan. Meskipun saat ini teknologi terus berkembang dengan penciptaan AI (Artificial Intelligent), kecanggihan dan modernisasi teknologi yang kita nikmati tetap selalu memerlukan dukungan SDM. Tidak heran, jika manusia dinobatkan oleh Tuhan sebagai makhluk paling sempurna dibandingkan makhluk ciptaan lainnya di dunia ini (QS Al Isra 17:70), apalagi jika dibandingkan dengan ciptaan manusia itu sendiri.

Berbicara tentang manajemen perusahaan, lembaga wakaf juga perlu memiliki sistem manajemen yang mendukung operasionalisasinya. Di dalam sistem manajemen lembaga wakaf, maka manusia juga menjadi faktor yang kritikal. Tidak jarang kendala dan hambatan lembaga wakaf menjalankan amanatnya hingga mampu berkembang justru bersumber dari ketidakmampuan lembaga berhadapan dengan berbagai risiko dari sisi faktor SDM-nya.

Kurangnya personil nazhir yang berkualifikasi dalam mengelola wakaf, kesalahan teknis yang bersumber dari manusia (human error), kurangnya skills dan kemampuan kewirausahaan nazhir, serta terlalu tingginya dominasi nazhir senior di dalam manajemen lembaga wakaf, menjadi beberapa sumber penyebab belum optimalnya pengelolaan wakaf di banyak negara mayoritas Muslim, termasuk Indonesia. Dari sini kemudian muncul risiko kegagalan menghasilkan keputusan investasi yang tepat yang berdampak pada ketidakmampuan mengoptimalkan potensi wakaf sebagai instrumen pembangunan ekonomi dan kesejahteraan umat.

Wakaf Produktif Bukan Sekedar Pengelolaan Wakaf Biasa

Lembaga wakaf juga dapat dianalogikan sebagai sebuah perusahaan yang memiliki tujuan. Dalam mencapai tujuannya, maka peran manajemen risiko sangat diperlukan. Dengan demikian, manajemen risiko merupakan salah satu bagian yang harus terintegrasi pada keseluruhan manajemen perusahaan.

Selain manajemen risiko, pemahaman terhadap manajemen keberlangsungan bisnis juga sebuah keharusan bagi pimpinan lembaga wakaf dan nazhir di dalamnya, terutama bagi pengelola wakaf produktif. Oleh karena itu, kehadiran manajemen risiko bersama dengan manajemen keberlangsungan bisnis tidak boleh terpisah dari manajemen umum jika lembaga wakaf ingin berhasil mewujudkan tujuannya.

Pengelolaan wakaf produktif dapat dikatakan bukan pengelolaan wakaf biasa. Dengan begitu, cara pengelolaannya tidak boleh hanya dilakukan secara “tradisional” kalau ingin terus berkembang dan bertahan di era dan lingkungan ekonomi yang makin dinamis. Terlebih, prinsip utama dari wakaf produktif berperan ganda, yaitu mengembangkan pokok wakaf yang diamanatkan oleh para wakif sekaligus mendistribusikan manfaat bagi mauquf’alaih yang lebih luas dari aspek sosial.

Seperti bisnis pada umumnya, area usaha yang dapat dieksplorasi dalam pengembangan wakaf produktif sangat luas. Namun bisnis yang dapat dijalankan menggunakan instrumen keuangan Islam ini tentu memiliki perbedaan dengan bisnis biasa, yaitu terletak pada prinsip syariah yang harus dipatuhi oleh para nazhir. Bahkan menurut Maulina dkk (2023), seorang nazhir yang mengelola wakaf produktif dapat disebut juga sebagai wakafpreneur (pengusaha berbasis wakaf), yang mana selain memiliki komitmen yang kuat dalam mengembangkan wakaf, mereka harus memiliki pemahaman yang sangat baik terhadap risiko agar dapat mewujudkan visi lembaga. Seorang nazhir harus mampu memitigasi dan meminimalisir risiko sehingga dana wakaf yang digunakan untuk pengembangan usaha tidak berkurang atau bahkan hilang.

Pemerataan Kaderisasi Nazhir Kompeten Sebuah Keharusan

Sampai saat ini masih cukup banyak ditemui lembaga nazhir yang memiliki ketergantungan yang tinggi pada kehadiran pimpinan agama yang sudah lama berkecimpung dalam lembaga wakaf. Contohnya dalam pengelolaan pesantren yang merupakan contoh wakaf turun temurun.

Ariatin dkk (2023) dalam penelitiannya menyoroti pengaruh signifikan para pemimpin pesantren terhadap perilaku bisnis komunitas pesantren dan peran krusial mereka dalam membentuk tujuan bisnis dan mencapai profitabilitas operasional. Sayangnya menurut Maulina dkk (2023), karakter kepemimpinan ini terkadang belum diimbangi dengan keterampilan kewirausahaan yang kuat. Bahkan, perbedaan madzhab fiqih Islam yang ada semakin diperuncing dan kebijakan kelembagaan yang kaku justru menghambat pengelolaan wakaf secara modern.

Mengingat peran dan tugas nazhir yang sangat sentral dalam pengelolaan wakaf produktif, salah satu upaya memitigasi risiko yang bersumber dari SDM adalah dengan peningkatan kapasitas nazhir untuk mencetak nazhir yang kompeten. Di Indonesia khususnya, salah satu kendala dalam pengelolaan wakaf adalah masih kurangnya kompetensi nazhir (Huda, 2017). Dengan demikian, nazhir sebagai pengelola wakaf harus memiliki sertifikat khusus. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa dana wakaf dikelola dengan baik dan benar, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang.

Keahlian dan kompetensi nazhir dalam pengembangan usaha berbasis wakaf produktif juga berasal dari cukupnya pengetahuan bisnis yang harus dimiliki oleh nazhir. Jika pengetahuan bisnis, pengalaman, dan keterampilan manajemen nazhir masih minim maka menambah risiko pengelolaan wakaf produktif karena berdampak pada motivasi ke depan. Namun keberadaan nazhir kompeten tidak dapat dibangun hanya secara individual, melainkan harus menyeluruh di dalam sebuah lembaga. Sehingga kompetensi nazhir akan mencerminkan kompetensi lembaga.

Di masa mendatang, pemerintah dan pemangku kepentingan dalam wakaf produktif harus menawarkan berbagai program pelatihan dan bimbingan yang dapat meningkatkan keterampilan bisnis sekaligus motivasi para nazhir. Kolaborasi (mu’awanah) antara praktisi dan akademisi dalam program ini juga akan memberikan wawasan yang berharga.

Bimbingan dari nazhir berpengalaman dan peluang mengembangkan jejaring juga dapat lebih meningkatkan motivasi pengelolaan wakaf produktif. Dengan semakin meningkat dan meratanya kompetensi antar nazhir di dalam sebuah lembaga, diharapkan akan mampu mengurangi berbagai potensi risiko sekaligus menyelesaikan masalah utama yang dihadapi, yaitu dominasi peran seorang individu di dalam sebuah lembaga wakaf serta kesenjangan antara praktik dan kebijakan kelembagaan.

Sumber: bwi.go.id

Kaderisasi Nazir Kompeten: Kunci Mitigasi Risiko Pengelolaan Wakaf Produktif Read More »

Berwakaf, Penyempurna Amal Jariyah yang Mabrur

Berwakaf, Penyempurna Amal Jariyah Haji yang Mabrur

WAKAFDT.OR.ID | Setiap Muslim pasti ingin segera menyempurnakan kelima rukun Islam sebagai bentuk ketaatannya pada Allah Taala. Sebagian dari kita mungkin mampu untuk berangkat umrah berkali-berkali setiap tahun. Tetapi, faktanya banyak juga yang meskipun mampu secara finansial namun sayangnya belum bisa segera memenuhi undangan khusus dari Allah padahal hanya sekali seumur hidup, yaitu berhaji.

Berbagai macam alasan bisa menjadi faktor penghalang keberangkatan haji seseorang. Ada yang memang masih menunggu antrian, tapi ada juga yang sebenarnya sudah bisa berangkat tapi ada keperluan biaya atau urusan lain yang cukup mendesak sehingga terpaksa menunda. Maka itu, bagi yang sudah memantapkan diri menerima panggilan berhaji dari Allah, ini adalah sebuah indikasi yang baik bahwa Allah telah membukakan jalan yang luas untuk kita bertobat dan berharap keridhoan-Nya.

Saat berhaji, bukan hanya kemampuan fisik setiap orang akan teruji, namun juga akan menunjukkan seberapa besar kesalehan kita dari dua sisi, yaitu kesalehan hablumminallah dan hablumminannas.

Boleh jadi kita sangat taat menjalankan semua rukun dan sunnah haji sebagai wujud Hablumminallah. Kita juga menjadi terbiasa menjalankan shalat wajib di masjid berjamaah di awal waktu setiap hari. Bahkan ada yang bisa khatam Al Qur’an lebih dari sekali. Namun sayangnya, terkadang kita lupa dengan yang dinamakan kesolehan Hablumminannas. Gampangnya untuk menilai seberapa besar level Hablumminannas, bisa kita lihat dari kondisi di sekitar kita, terutama pada saat berinteraksi antar sesama jamaah di tanah suci.

Misalnya saat tawaf, tanpa kita sadari kita akan lebih agresif melindungi diri sendiri dan keluarga dari dorongan dan himpitan jamaah lain. Bahkan sering kali kita tidak mau membuka jalan bagi jamaah lain yang ingin melintas memotong jalur kita. Yang penting tawaf kita sukses dengan cepat tanpa hambatan. Tidak peduli kalau harus mendorong, menggeser dan berebut tempat dengan jamaah yang sudah lanjut usia.

Saat harus menyelesaikan Sa’i kita mungkin akan berjalan meninggalkan jamaah lain meski berasal dari satu grup travel karena mereka berjalan sangat lamban. Kita berpikir nanti juga akan bertemu setelah tujuh putaran Sa’i.

Saat ada pembagian suvenir dan makanan yang berlimpah, kita ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri tanpa memikirkan bagian orang lain yang ada di antrian belakang atau mungkin sedang lelap beristirahat. Kita berpikir bukan salah kita kalau jamaah lain tidak kebagian makanan atau suvenir gratisan, mungkin bukan rejeki mereka.

Lebih buruk lagi mungkin saja tanpa kita sadari kita selalu berhitung-hitung dengan apa yang kita terima selama haji supaya tidak terlalu terasa rugi dengan biaya haji yang telah kita bayarkan. Tak ayal, ini adalah ujian yang mau tidak mau kita jalani saat menyelesaikan setiap prosesi haji. Menanggalkan sifat egois dan kurang peka terhadap sesama menjadi salah satu pembelajaran penting selama haji untuk menaikkan level Hablumminannas.

Sebenarnya prosesi puncak haji yang kita jalani selama enam hari bukanlah akhir dari ujian kesolehan kita di mata Allah. Justru setelah selesai berhaji, ujian yang lebih besar akan datang, yaitu di saat tidak ada lagi ustadz pendamping atau jamaah lain yang mengingatkan kita untuk menunjukkan akhlakul kharimah seorang Muslim.

Tabiat dan akhlak asli jamaah justru bisa terlihat setelah selesai menjalankan prosesi puncak haji namun masih harus menjalankan berbagai ibadah sunnah di tanah suci. Contohnya, sering kita lihat jamaah yang tidak segan menerobos antrian saat waktu makan atau menjalankan kegiatan bersama. Atau bahkan tidak malu lagi berdebat, padahal sudah menyerobot hak antrian orang lain. Tidak berkenan diingatkan dan mengambil sikap mengalah lagi, bahkan tidak bisa menjaga emosi dengan mengeraskan suara.

Di sinilah bagaimana akhlak seorang Muslim yang telah berhaji akan semakin diuji. Status “lulus haji” jangan hanya berhenti terpajang di sertifikat haji yang telah kita terima. Malahan, status ini menjadi pengingat sepanjang hayat bagaimana kita mempertanggungjawabkan “Ke-Islaman” kita pada Allah dan sesama.

Meski kenikmatan spiritual selama berhaji sangat berharga dan tak ada duanya, namun ibadah ini hanya diwajibkan oleh Allah satu kali seumur hidup. Kalau memang Allah memberikan kesempatan untuk berhaji kembali maka ini adalah nikmat yang sangat patut disyukuri. Bagaimanapun perlu kita resapi bahwa hikmah dari berhaji yang utama bukanlah Hablumminallah semata, namun juga Hablumminannas.

Jika kita mendapatkan kekayaan materi yang setara dengan mengulang berangkat haji khusus ataupun furadha yang ke sekian kali, ada baiknya kita berpikir untuk mengalihkannya ke dalam bentuk amal soleh yang menebar manfaat lebih banyak bagi kesejahteraan umat dan tentu pahalanya pun mengalir hingga akhir zaman, sebagaimana dicontohkan oleh sahabat Rasulullah, Utsman bin Affan, yaitu berwakaf.

Di tanah suci, aset wakaf Usman bin Affan bertebaran di mana-mana. Bukannya berkurang dengan berwakaf, justru kekayaannya selama 14 abad ini terus bertambah sepanjang zaman. Berawal dari wakaf sumur Utsman, kini bahkan harta wakaf Usman sudah merambah hingga ke bangunan komersial seperti hotel bintang lima di tanah haram.

Harta wakaf Utsman dan keluarganya InsyaaAllah menjadi bekal amal jariyah yang terus mengalir tanpa putus hingga hari kiamat. Untuk itu, berdoalah agar Allah juga mengabulkan cita-cita kita untuk bisa mendirikan masjid, rumah tahfidz, pesantren, atau rumah sakit untuk kaum dhuafa sebagai langkah berikutnya untuk menyempurnakan ibadah haji yang telah kita jalani.

Saat masih menjalankan ibadah haji, jarak kita berdoa dengan Allah terasa hanya sejengkal, terlebih saat wukuf di Arafah. Kalbu kita merasakan Allah berada sangat dekat. Sambil berlinang air mata, kita berharap agar setiap doa yang kita panjatkan didengar dan diijabah oleh Allah Taala karena para Malaikat turut menyaksikan dan mengaminkan doa kita.

Sumber: bwi.go.id

Berwakaf, Penyempurna Amal Jariyah Haji yang Mabrur Read More »

Perkembangan Wakaf Indonesia Menurut IWN

WAKAFDT.OR.ID | Dalam rangka pengembangan tata Kelola wakaf nasional, Badan Wakaf Indonesia telah menyusun Indeks Wakaf Nasional (IWN) yang merupakan standar alat pengukuran kinerja wakaf sejak tahun 2020.

IWN terdiri dari enam dimensi utama, yaitu meliputi 1) Faktor regulasi, 2) Faktor kelembagaan, 3) Faktor proses, 4) Faktor sistem, 5) Faktor Hasil, dan 6) Faktor dampak.

Dari pengukuran tersebut, secara umum dapat diketahui kinerja wakaf baik secara nasional maupun per wilayah. Meskipun secara nasional nilai IWN masih tergolong kurang tetapi selama periode 3 tahun pengukuran tersebut terdapat kecenderungan tren yang positif dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2020 nilai IWN di Indonesia, yaitu 0,123 atau kategori kurang. Sedangkan pada tingkat daerah terdapat 5 provinsi dengan kinerja wakaf terbaik, yaitu Aceh (nilai IWN 0,36 atau kategori baik), Lampung (nilai IWN 0,27 atau kategori cukup), Bali (nilai IWN 0.191 atau kategori cukup), Sulawesi Tenggara (nilai IWN 0,188 atau kategori cukup), dan Jawa Tengah (nilai IWN 0,16 atau kategori cukup).

Selanjutnya, pada tahun 2021 nilai IWN sedikit meningkat menjadi 0,139 masih dalam kategori kurang. Adapun pada tingkat daerah di tahun 2021 tersebut, lima provinsi dengan kinerja wakaf terbaik, yaitu Bali (nilai IWN 0,490 atau kategori sangat baik), DKI Jakarta (nilai IWN 0,433 atau kategori sangat baik), Kalimantan Timur (nilai IWN 0,412 atau kategori sangat baik), Jawa Timur (nilai IWN 0,339 atau kategori baik), dan Sumatera Selatan (nilai IWN 0,316 atau kategori baik).

Perkembangan IWN Indonesia 2023

Indeks Wakaf Nasional (IWN) Indonesia mengalami kenaikan sebesar 9,85% dari 0,274 tahun 2022 menjadi 0,301 pada tahun 2023. Kategori IWN juga mengalami peningkatan dari kategori Cukup menjadi kategori Baik. Nilai IWN secara nasional ini menunjukkan ada peningkatan dalam pengelolaan wakaf oleh nazhir organisasi maupun nazhir perseorangan.

Tahun 2023 ada 8 Provinsi yang memiliki nilai IWN masuk dalam kategori Sangat Baik, yaitu: Provinsi Aceh, Provinsi Riau, Provinsi Lampung, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Bangka Belitung. Nilai IWN masing-masing Provinsi tersebut adalah 0.645, 0.544, 0.467, 0.464, 0.456, 0.424, 0.423, dan 0.422. Tahun 2022 ada 5 Provinsi yang memiliki nilai IWN masuk dalam kategori Sangat Baik.

Hasil IWN 2023 ini menunjukkan bahwa makin banyak Provinsi yang memiliki IWN dalam kategori Sangat Baik. Pertumbuhannya sebesar 60% Provinsi yang mengalami peningkatan nilai IWN.

Perbandingan hasil IWN tahun 2022 dengan tahun 2023 untuk Provinsi dengan Kategori Sangat Baik ada yang menurun, ada yang naik, dan ada yang mempertahankan kategori IWN Sangat Baik. Tabel 1 berikut menunjukkan nilai Indeks Wakaf Nasional secara keseluruhan terdiri dari propinsi dan nasional.

Sumber: Peta Jalan Wakaf Nasional 2024-2029

Perkembangan Wakaf Indonesia Menurut IWN Read More »

wakaf di dunia

Wakaf Terkini di Dunia

Perkembangan wakaf di berbagai negara muslim dikelola dan dikembangkan dengan baik agar memberikan manfaat bagi masyarakat mereka. Bentuk pemberian wakaf bermacam-macam jenis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dapat berupa aset bangunan, tanah, uang dan investasi. Berikut beberapa contoh perkembangan wakaf di berbagai negara.

Indonesia

Di Indonesia, wakaf dikelola dan diawasi oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI memiliki wewenang dalam mengatur dan mengelola berbagai bentuk wakaf yang dijalankan di Indonesia. Di negara Malaysia, wakaf dikelola oleh mutawalli di berbagai negara bagian. Sedangkan di negara Singapura, wakaf dikelola oleh MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura) dalam mengatur undangundang pengelolaan dan pemanfaatan aset wakaf.

Arab Saudi

Salah satu bentuk penggunaan dan pemanfaatan yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi dalam mengoptimalkan tanah atau bangunan wakaf agar memberikan nilai dan manfaat yang lebih adalah dengan penggunaan struktur Sukuk Al-intifa’ dalam pengembangan Zam-Zam Tower. Sukuk Alintifa’ adalah instrumen keuangan yang diterbitkan untuk membantu mendanai pembangunan proyek-proyek yang telah diwakafkan.

Pemerintah Arab Saudi melakukan kerja sama antara nazhir dengan perusahaan swasta atau BUMN dalam bidang real estate untuk pengembangan pembangunan Zam-Zam Tower. Pembangunan Zam-Zam Tower yang berada di kompleks Masjidil Haram Makkah merupakan kolaborasi antara King Abdul Aziz Waqf (KAAW) sebagai nazhir, Bin Ladin Group (BLG) sebagai kontraktor, dan Munshaat Real Estate (MRE) sebagai pengelola gedung.

MSE menerbitkan Sukuk Al-Intifa’ berjangka 24 tahun sebesar 390 juta dolar amerika untuk membiayai proyek ini, di mana pemegang Sukuk Al-Intifa’ memiliki hak manfaat akomodasi Zam-Zam Tower dan pembagian sewa gedung. Wakaf yang semulanya hanya berupa tanah dikembangkan menjadi sebuah bangunan, agar memberikan nilai aset dan keuntungan yang dapat dimanfaatkan lebih bagi kepentingan masyarakat.

Singapura

Tidak hanya negara Arab Saudi, negara Singapura telah lama memanfaatkan wakaf dalam bentuk properti dan investasi yang dapat memberikan keuntungan lebih. Di negara Singapura Wakaf dikelola oleh MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura) dan diatur dalam Undang-Undang Administrasi Islam (AMLA). Setiap lembaga wakaf yang ada di Singapura perlu untuk mengurus administrasi yang jelas dari modal awal hingga pemanfaatan wakaf dan dilaporkan kepada badan wakaf.

Pemerintah Singapura tidak hanya menjadikan wakaf sebagai aset yang berkelanjutan tetapi menjalankannya sebagai aset yang produktif dan memberikan keuntungan yang lebih besar. Pengelolaan wakaf tersebut berawal dari skema sukuk musyarakah yang dibuat untuk mengelola aset wakaf saat itu di tahun 2004 yang hanya bernilai 700 ribu dolar Singapura.

Saat ini nilai aset yang dikelola oleh MUIS berkembang sangat besar dengan 156 properti yang tersebar di seluruh Singapura dengan nilai aset mencapai 800 miliar dolar Singapura dengan jumlah populasi muslim 725 ribu orang atau 0,35% dari jumlah muslim Indonesia.

Tidak hanya di bidang wakaf properti, pemerintah Singapura juga mengatur gaji masyarakat muslim Singapura yang dipotong untuk diserahkan kepada Mosque Building Fund untuk dimanfaatkan bagi keperluan pendidikan dan pemeliharaan masjid.

Pengelolaan investasi pada wakaf di kedua negara (Arab Saudi dan Singapura) tersebut memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap aset tanah dan bangunan yang diwakafkan. Aset wakaf yang dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, sehingga dapat memberikan manfaat yang luas dan signifikan dalam pemberdayaan masyarakat.

Kontribusi yang diberikan oleh aset wakaf yang diinvestasikan disalurkan kepada kepentingan-kepentingan umat seperti membantu fakir miskin, kepentingan pendidikan, pengelolaan masjid, bantuan kesehatan, dan manfaat lainnya.

Malaysia

Di negara Malaysia ketentuan pengelolaan dan pemanfaatan wakaf diatur oleh setiap masing-masing negara bagian. Di negara bagian Serawak, pengelolaan wakaf dikelola oleh Tabung Baitulmal Serawak sebagai badan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan zakat, infak, sedekah dan wakaf. Majelis Islam Serawak (MIS) melalui Tabung Baitulmal Serawak mengelola dana wakaf dengan produktif melalui kegiatan usaha-usaha di bidang ekonomi.

Diharapkan usaha tersebut dapat membantu mewujudkan dalam mensejahterakan masyarakat melalui penyaluran hasil wakaf produktif dalam pengembangan dan pembangunan masjid, kepentingan sekolah dan pendidikan, institusi agama Islam, dan kepentingan agama lainnya.

Di negara bagian Johor Malaysia, aset dan saham Johor Corporation yang telah diwakafkan dikelola oleh Waqaf An-Nur Corporation (WANCorp). Keuntungan yang diperoleh dari dividen saham J-Corp disalurkan sebesar 25 persen untuk kegiatan Fisabilillah (di jalan Allah) dan 5 persen untuk kepentingan Majelis Agama Islam Johor.

Usaha dalam pemanfaatan dan wakaf digunakan sebagai bantuan kredit usaha mikro dengan konsep qardhul hasan (pinjaman kebajikan) dan membentuk waqaf bridge (wakaf jembatan) sebagai dana bantuan darurat untuk korban yang mengalami gempa bumi, banjir, tsunami dan bencana lainnya. Selain itu, WAN Corp juga mengelola 4 klinik kesehatan dan rumah sakit wakaf yang dikelola untuk menunjang kesehatan bagi masyarakat Johor.

Turki

Negara Turki juga memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan dan pengelolaan wakaf global, terutama karena kedekatan Turki dengan sejarah peradaban Islam. Negara Turki saat ini dulunya merupakan negara kekhalifahan Islam terakhir, oleh karena itu tradisi wakaf yang telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW turun temurun dari generasi ke generasi hingga sampai di khilafah terakhir, yaitu Turki Utsmani.

Sebelum menjadi negara modern seperti saat ini, sistem wakaf di kekhalifahan Turki Utsmani menggunakan sistem terdesentralisasi, dimana setiap institusi wakaf beroperasi sesuai arah dan kehendak dari tiap wakif. Pembagian wakaf saat itu sesuai dengan kepentingannya seperti wakaf khusus tempat ibadah, pendidikan, kegiatan militer, kegiatan ekonomi, dan lainlain.

Pengelolaan wakaf mengalami perubahan di era modern saat ini, dimana negara Turki berubah menjadi negara Republik yang lebih sekuler. Pembaruan sistem wakaf di negara Turki bermula pada tahun 1967 dimana para nazhir tidak sepenuhnya mengelola wakaf.

Mereka hanya perlu mengatur pendistribusian laba dari wakaf untuk kebutuhan amal dan perhitungan laba menjadi tanggung jawab bagi para manajer profesional. Pada tahun itu pemerintah Turki juga melegalkan wakaf tunai, mendirikan perusahaan badan wakaf, dan melegalkan saham sebagai unsur dari wakaf tunai.

Pengelolaan wakaf di Turki semakin berkembang dengan terbitnya UndangUndang Yayasan Wakaf pada tahun 2008. Regulasi tersebut mengatur Hukum Perundang-undangan yang mengatur peraturan dan ketentuan terkait wakaf, otoritas pengawasan lembaga yang mengawasi wakaf, aturan pengadilan agama, resolusi sengketa, dan restrukturisasi peran-peran manajemen wakaf dengan menunjuk seorang Manajer Lembaga Wakaf.

Proses transparansi dari kegiatan investasi dan operasional dari portofolio aset dilaporkan secara bertahap dan terbuka oleh Tim Manajemen Lembaga Wakaf. Penerapan regulasi dan tata kelola yang panjang dan terperinci ternyata berdampak negatif pada perkembangan wakaf di negara Turki.

Hal tersebut dapat dilihat dengan menurunnya jumlah wakaf baru dari rentang tahun 2008-2014 hanya terdapat 70 wakaf baru, berbanding terbalik dengan rentang tahun 1986-1996 yang mencapai 100 wakaf baru tiap tahunnya.

Perkembangan wakaf di seluruh dunia mengalami perkembangan yang pesat dan maju. Pemanfaatan wakaf yang tidak hanya terbatas terhadap tanah dan bangunan atau aset tidak bergerak, yaitu dengan dana wakaf uang dan investasi, memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi perkembangan,s sehingga wakaf yang dapat membantu menumbuhkan perekonomian suatu negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sumber: Jalan Peta Wakaf Nasional 2024-2029

Wakaf Terkini di Dunia Read More »

Wakaf Korporasi

Ringkasan Perbedaan Zakat dan Wakaf

Zakat dan Wakaf adalah bentuk ‘memberi’ dan memberdayakan orang lain dalam Islam, tetapi tujuan, kerangka kerja, dan prinsip untuk masing-masing berbeda.

Tujuan


Tujuan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan mendesak mereka yang berada di ujung spektrum terendah. Zakat adalah jaring pengaman; Tak seorang pun di masyarakat harus tidur seadanya, tanpa makanan, tanpa tempat tinggal, berhutang, dan tanpa sesuatu untuk menjaga diri mereka sendiri.


Di sisi lain, tujuan wakaf adalah untuk menyediakan mekanisme bagi individu untuk menciptakan warisan dan terus mendapatkan imbalan jangka panjang. Wakaf jauh lebih merupakan keuntungan pribadi, dengan manfaat sekunder bagi orang lain. Sedangkan zakat terutama untuk memberi manfaat bagi orang lain, dan kedua untuk diri sendiri.

Wajib VS Sukarela

Zakat adalah pembayaran wajib yang harus diberikan. Itu adalah hak orang lain. Tidak memberikan zakat menyebabkan kekayaan dan kesalahan yang tidak murni. Sementara itu, wakaf adalah tindakan yang sangat dianjurkan dan diinginkan, meskipun tidak wajib.

Kepemilikan

Zakat harus melibatkan pengalihan kepemilikan kepada penerima zakat. Zakat ada untuk memberdayakan orang lain dengan kepemilikan. Itu membuat orang lebih kaya dan memberdayakan mereka.

Sedangkan, wakaf tidak melibatkan pengalihan kepemilikan; melainkan Wakaf melibatkan pembekuan transfer aset dan hak kepemilikan dalam suatu aset.

Penerima Manfaat

Penerima manfaat Zakat haruslah seseorang yang berada di bawah Nisab (ambang batas). Ini adalah seseorang yang secara finansial tidak sehat. Sedangkan, wakaf tidak memiliki kriteria khusus untuk penerima manfaat. Siapa pun dapat menjadi penerima manfaat dari wakaf, bahkan diri Anda sendiri selama hidup Anda!

Satu-satunya persyaratan adalah bahwa wakaf adalah ‘amal’ atau ‘Qurbah’, perbuatan baik. Oleh karena itu, penerima manfaat akhir harus menjadi yang membutuhkan. Wakaf tidak dapat dibuat murni dan semata-mata untuk orang kaya, karena ini tidak dianggap ‘amal’.

Aset

Zakat melibatkan transfer nilai. Idealnya, uang harus diberikan karena itu adalah yang paling efisien dan memberikan opsi maksimum kepada penerima. Namun, zakat dapat diberikan dalam bentuk lain, seperti paket makanan dan aset bermanfaat lainnya kepada penerima.

Sementara itu, wakaf harus menjadi sesuatu yang tetap abadi. Ide wakaf adalah aset tetap ada, sehingga terus memberikan manfaat bagi masyarakat secara terus-menerus. Oleh karena itu, makanan tidak dapat diberikan sebagai wakaf, karena dikonsumsi dan berkurang.

Demikian perbedaan zakat dan wakaf. Semoga dengan memahami keduanya, kita bisa lebih bersemangat untuk mengamalkan keduanya. Wallahu a’lam bishawab. (Eva Ps El Hidayah)

Ringkasan Perbedaan Zakat dan Wakaf Read More »

Wakaf Korporasi

Wakaf Korporasi di Zaman Rasulullah

Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia, Dr. Imam Teguh Saptono, M.,M. menjelaskan wakaf pertama kali dilakukan sahabat nabi Umar bin Khatab, dengan mewawakafkan sebuah kebun kurma. Begitu juga dengan Utsman bin Affan yang berwakaf sumur. Pada zaman itu, kelembagaan korporasi belum terwujud sebagaimana layaknya perseroan terbatas. Seandainya saat itu Umar dan Utsman sudah memiliki perusahaan maka yang diwakafkan bukan kebun atau sumur, melainkan PT Umar atau Utsman TBK Enterprise.

Imam mengatakan, bagi masyarakat Arab Saudi, wakaf kebun kurma dan sumur banyak manfaatnya dikarenakan, keduanya itu memberikan banyak keuntungan seperti kebun kurma dapat menghasilkan kurma yang hasilnya bisa dijual dan hasil dari keuntungan penjualan bisa didistribusikan kepada mauquf alaih. Sedangkan, untuk sumur, bagi masyarakat timur tengah merupakan alat produksi karena tidak mugkin kebun dialiri sungai, karena disana tidak ada sungai.

Kedua bentuk wakaf diatas, menurut Imam adalah bentuk nyata dari wakaf. Karena Wakaf sesungguhnya merupakan benda-benda atau aset-aset produktif. “Wakaf ini sesungguhnya adalah benda-benda atau aset-aset yang produktif,” terangnya.

Wakaf berkembang sangat pesat dibeberapa Negara. Bahkan telah lazim sebuah korporasi diwakafkan.

Imam menambahkan makna tentang wakaf sendiri tidak dijumpai dalam Al-Qur’an tapi dapat dijumpai disejumlah hadits. Meski tidak ada dalam Al-Qur’an, para ahli tafsir mayoritas sepakat merujuk surat Ali ‘Imran Ayat 92 yang berbunyi:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92)

Menurut Imam bila konteksnya dihubungkan dengan para pengusaha. Bagi mereka itu,harta terbaiknya bukanlah bottom line menyisihkan hasil sebagian dari labanya, melainkan unit usaha atau perusahaannya yang menghasilkan laba tersebut. Dikarenakan laba perusahaan tiap tahun berbeda. Dan semakin kinerja perusahaan baik serta produk produknya laku banyak dipasaran maka keuntungan perusahaan meningkat terus dari tahun ketahun.

Imam mencontohkan, misalnya Fulan mempunyai laba 5 milyar. Kemudian ia mewakafkan 10 persen dari keuntungannya atau sebesar 500 juta rupiah. Ketika Fulan ditanya apakah laba sebesar 5 milyar yang didapat dari perusahaan atau korporasinya merupakan harta terbaik? Fulan menjawab tidak. Karena nilai tersebut merupakan keuntungan tahun ini. Bagaimana dengan tahun depan, 2 tahun lagi, 3 tahun lagi dan seterusnya.

Setelahnya, Fulan menjawab harta terbaik adalah engine atau alat penghasil daripada aset tersebut yaitu korporasi atau perusahaan yang ia miliki karena menghitung hasil dari keuntungan aset tersebut akan bertambah tiap tahunnya.

Maka, otomatis bagi seorang pengusaha harta terbaik adalah korporasinya itu sendiri. Itulah konsep mengapa konsep korporasi wakaf di negara maju itu sudah lazim atau sudah diterima oleh masyarakat luas.

Imam melanjutkan dengan menjelaskan mengenai wakaf korporasi sesungguhnya bagian dari amal jariyah. Untuk itu, Imam menghimbau agar dalam menjalankan wakaf korporasi harus memperhatikan kesiapan nazhir. Karena wakaf korporasi harta dan manfaatnya terus berkesinambungan sampai akhir zaman. Maka dalam hal ini wakaf korporasi menuntut adanya keprofesionalan nazhir.

Dan ini menjadi tantangan buat Indonesia. Apabila wakaf korporasi ini dijalankan. Kita membutuhakn lahirnya nazhir-nazhir yang profesional. Menurut sejarah, dulunya nazhir merupakan sebuah profesi yang menjadi idaman para anak muda cerdas brilian yang memilki kompetensi yang luar biasa.

Maka dari itu, sudah sewajarnya, kita harus membangkitkan kembali keprofesionalan nazhir dan menjadikan nazhir sebagai tempat idaman para kaum milenial untuk mengembangkan karirnya. Karena disinilah letak aset umat dipercayakan pada mereka.

Berbicara wakaf korporasi, diceritakan kisah 9 dari 10 sahabat rasul yang dijamin masuk surga adalah pengusaha. Tapi biasanya berhenti disitu jarang diteruskan tentang sejarah bahwa 9 sahabat rasul pengusaha yang dijamin masuk surga sembilan-sembilannya mewakafkan perusahaannya.

Sumber: bwi.go.id

Baca juga: Manfaat Wakaf Produktif Bagi Pembangunan Ekonomi

Wakaf Korporasi di Zaman Rasulullah Read More »