WAKAFDT.OR.ID | JAKARTA – Bank Pembangunan Malaysia Berhad (BPMB) berkunjung ke kantor Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada Selasa, (28/05/2024). Pengurus BWI Anas Nasihin, M. Ali Yusuf, dan Dendy Zuhairil Finsa, menyambut kedatangan Prof. Dr. Aznan Hasan, ketua Komite Syariah BPMB, beserta koleganya.
Anas Nasihin memaparkan kondisi perwakafan di Indonesia dan peran kelembagaan BWI. Ia menjelaskan bahwa BWI didirikan pada 13 Juli 2007 berdasarkan amanat Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Selain berfungsi sebagai regulator, Ana menngungkapkan, BWI juga berperan sebagai nazhir (pengelola wakaf) dan bekerja sama dengan berbagai nazhir lainnya untuk mengembangkan perwakafan nasional. Dengan anggota minimal 20 dan maksimal 30 orang yang menjabat selama tiga tahun, BWI terus berupaya memajukan sektor wakaf di Indonesia.
Anas menyebutkan kelembagaan wakaf telah berhasil mengumpulkan hampir 1 triliun rupiah yang disebut sebagai dana abadi, meskipun tradisi wakaf di Indonesia belum sepopuler zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Sumbangan terbesar berasal dari berbagai kampus di Indonesia. Selain itu, lanjutnya, BWI juga mengelola wakaf produktif, seperti rumah sakit yang didanai oleh wakaf dan dikelola bekerja sama dengan BAZNAS serta sektor swasta.
Anas juga memaparkan tentang berbagai platform yang dikembangkan BWI untuk memfasilitasi wakaf, seperti situs berkahwakaf.id yang menyediakan informasi mengenai wakaf tunai dan proyek-proyek wakaf. Platform lainnya adalah Satuwakaf Indonesia yang terbagi menjadi dua bagian: Satuwakaf Fundraising untuk menggalang dana wakaf tunai dan Satuwakaf Marketplace untuk proyek-proyek wakaf produktif.
Prof. Dr. Aznan Hasan, dalam sambutannya, menyatakan ketertarikan untuk lebih mengenal BWI dan ingin mempelajari cara pengelolaan aset wakaf dan wakaf uang di Indonesia. Selain itu, ia juga tertarik dengan konsep dan implementasi platform Satuwakaf Indonesia.
Perbedaan mendasar antara pengelolaan wakaf di Indonesia dan Malaysia turut dibahas. Di Malaysia, lembaga wakaf (nazhir wakaf) di setiap negara bagian/kerajaan tunduk pada aturan lokal masing-masing, berbeda dengan Indonesia yang memiliki sistem sentralistik di bawah BWI dan Kementerian Agama. Penyaluran manfaat wakaf (maukuf alaih) di Malaysia dilakukan oleh nazhir di masing-masing negara bagian/kerajaan.
Dalam sesi diskusi, dibahas pula penggunaan CSR oleh bank-bank di Malaysia yang diarahkan untuk proyek-proyek yang membantu masyarakat dan politeknik, mirip dengan konsep infak di Indonesia.
Pertemuan ini diharapkan dapat mempererat hubungan antara kedua negara dalam bidang perwakafan dan membuka peluang untuk kerja sama di masa mendatang, guna memaksimalkan potensi wakaf sebagai instrumen ekonomi dan sosial.
Sumber: bwi.go.id