Sedekah Jariyah, Wasiat Ibunda Tercinta
WAKAFDT.OR.ID | BANDUNG – Beberapa waktu lalu, Wakaf Daarut Tauhiid mendapatkan kehormatan menjadi naszhir terpilih salah seorang saudara muslim keturunan Palestina asal Jerman, yang memenuhi wasiat almarhumah ibunya.
Muslimah yang akrab disapa sister Amaal tersebut merasa bahagia karena keinginan ibunya untuk sedekah jariyah atau wakaf akhirnya bisa terpenuhi.
Wakafnya diakadkan sesuai permintaan mendiang ibunya, yaitu untuk wakaf masijd dan sekolah pendidikan Islam yang mengajarkan Al-Quran.
Saya tertegun merasa malu membaca surat berisi cerita perjuangan ibunya, imigran yang hidup di Jerman dengan tetap taat kepada Allah dan becita-cita memilki amal jariyah di tengah segala keterbatasan:
Dialah Samira Mohammad Mohammad Al-Maghathah, anak perempuan tertua dari 11 bersaudara, lahir di Aman, Yordania, dari orang tua Palestina yang terpaksa mengungsi dari rumahnya di Hehoul, dekat Hebron, karena tragedi pembantaian dan pengusiran 1948.
Pada usia 16 tahun, Samira muda menikah dengan pria Palestina yang terpaut 16 tahun lebih tua, yang kemudian membawanya bermigasi ke Jerman.
Suaminya membanting tulang dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bercita-cita menghabiskan masa pensiun di Palestina bersamanya.
Di tengah segala kendala, termasuk bahasa dan budaya Jerman yang asing, serta keterasingan sebagai minoritas, ia tetap kuat menjalankan keimanannya, terutama shalat lima waktu.
Hidupnya sangat teratur dan disiplin berdasarkan waktu shalat. Tak sekalipun, ia tertinggal shalat berjamah di awal waktu. Bahkan, dia selalu bersiap shalat sebelum azan berkumandang.
Ia tidak melewatkan takbir pertama. Ia selalu mengutamakan Allah Taala. Sampai akhirnya, hati sang suami tersentuh, kemudian menjadi mejadi taat menjalankan shalat tepat waktu.
Dari pernikahannya, mereka dianugrahi empat anak, dua perempuan dan dua laki-laki. Ia sekuat tenaga membesarkan anak-anaknya dengan penuh cinta dan sesuai ajaran Islam.
Samira memiliki keinginan berwakaf untuk pembangunan masjid sejak dulu. Oleh karena itu, ketika anak-anaknya sudah remaja, Samira yang masih di usia 30an memutuskan untuk bekerja.
Tujuannya bekerja, selain menabung untuk wakaf masjid, juga membantu menyiapkan masa depan anak-anaknya.
Ia bekerja selama lima tahun sampai dihentikan oleh tumor ganas di otaknya. Dan ternyata sudah stadium akhir. Ketika itu usianya baru menginjak 40.
Dokter memvonis hidupnya tidak akan lama lagi. Semua dokter mengatakan dia tidak akan kuat melewati sakit yang dideritanya.
Namun, Samira masih ingin hidup. Ia berdoa kepada Allah agar diberi kesempatan untuk hidup lebih lama agar bisa menemani anak-anaknya dan menunaikan ibadah haji.
Atas rahmat dan kasih sayang Allah, Allah mengabulkan doanya. Setelah melewati operasi yang sangat kritis dan kemo, serta radiasi secara intesif, Ia bisa bertahan selama 23 tahun lebih, walau dengan tertatih.
Ia bisa menunaikan salah satu keinginannya, berhaji. Bersama suami yang menyayanginya, ia menuaikan ibadah haji walau dengan penuh lelah dan kondisi yang lemah.
Semua dokter menyebut hidupnya adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Dalam sejarah kedokteran, hal tersebut tidak pernah terjadi, bahkan sampai saat ini.
Allah kembali mengujinya dengan kematian sang suami yang tidak terduga. Kemudian, ujian besar lain datang; kurang dari empat bulan setelah ditinggal sang suami, Ia mengalami pendarahan di otak dan tumor kembali tumbuh, kali ini, di dalam perutnya.
Hal tersebut menyebabkan Samira yang lemah tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa berbicara dan bergerak. Ia mengalami lumpuh total baik fisik dan mental.
Hal yang sangat menyakitkan bagi anak-anaknya, melihat Samira terkulai lemah tanpa bisa berbuat apa-apa, termasuk shalat, hal yang sangat dicintainya.
Setelah menderita selama 1.5 tahun, Allah memanggilnya. Ia meninggal di pangkuan salah seorang anaknya.
Ia meninggal tanpa hutang dan kenangan yang buruk di mata orang-orang yang mengenalnya. Tak satupun kesalahan yang harus dimaafkan.
Alharhumah malah meninggalkan emas kepada anak-anaknya, yang belum sempat ia wakafkan. Ia berwasiat agar diwakafkan untuk pembangunan masjid dan kelas yang digunakan untuk belajar Al-Quran.
“Kami sangat mencintai dan merindungkan beliau. Kami tidak akan pernah melupakan semua nasihat dan cintanya kepada Allah Taala. Semoga Allah Taala meneranginya dengan cahaya-Nya dan menempatkan beliau di surga tanpa hisab. Aamiin ya Rabbal Alamin. Mohon doakan beliau dan semua muslim yang telah wafat,” tutup Amaal. (AID)
Sedekah Jariyah, Wasiat Ibunda Tercinta Read More »